Tips Ciptakan Bonding dengan Anak saat Puasa Ramadan

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Parents, kita sudah memasuki separuh bulan Ramadan. Bangun sahur dan makan berbuka bersama, tidak semata-mata ritualitas, namun kita pastikan menjadi waktu yang tepat juga untuk menjalin bonding atau kelekatan secara fisik dan psikis dengan keluarga tercinta di rumah.

Menurut Yuhyina Maisura, MA., dari Yayasan Kita dan Buah Hati, kelekatan yang dibentuk saat makan bersama di luar waktu puasa tentunya jauh berbeda dengan bonding kala bulan puasa.

“Waktu makannya berbeda. Energi anak saat sahur dan berbuka sangat berbeda dengan waktu makan utama di luar bulan puasa, yaitu pagi, siang dan malam. Ketika sahur, anak sedang mengantuk, sedangkan di luar waktu puasa yaitu saat sarapan kondisi anak sudah siap makan. Pun saat berbuka dimana energi anak sudah habis terkuras tidak makan dan minum lebih dari 12 jam.”

Perbedaan lainnya, di luar bulan puasa, pada umumnya seringkali keluarga tak sempat makan bersama lantaran terburu-buru dengan jam aktivitas yang masing-masing berbeda. Sedangkan di bulan puasa, hampir semua anggota keluarga bisa makan sahur bersama. Selain itu, tak sedikit kantor-kantor yang mengizinkan karyawan untuk pulang lebih awal dari jam kerja biasanya agar bisa berbuka di rumah bersama keluarga.

“Jadi karena kuantitasnya bertambah, kualitas otomatis bertambah pula. Pasalnya, tidak akan ada quality time tanpa quantity time. Kualitas bonding lebih terasa karena makan bersama yaitu saat sahur dan buka lebih intensif. Bagi anak-anak, saat bulan puasa, momen sahur dan berbuka menjadi momen yang penting. Maka bonding yang lebih kuat terjalin di antara dua waktu makan itu.”

SENSE OF SPIRITUAL

Psikolog yang akrab disapa Sarra ini menjelaskan, sebetulnya manfaat kebersamaan di kala sahur dan berbuka sama dengan kebersamaan di luar Ramadan. Akan tetapi kebersamaan ini sering tak diutamakan karena makan bersama jarang dilakukan dengan berbagai alasan/kendala seperti sudah disebutkan.

“Ada sense of spiritual yang bisa dirasakan di bulan Ramadan yang tak bisa dirasakan di luar bulan puasa. Lebih baik lagi kalau kebersamaan ini , diperluas ke tetangga dan orang yang membutuhkan. Misal, tiap habis masak untuk berbuka, anak-anak diminta menyiapkan 3-5 bungkus nasi dan lauk untuk berikan kepada tukang becak, pengemis, pemulung dan orang-orang miskin lainnya. Anak akan merasakan manfaat kebersamaan melampaui batas lingkungan keluarga.”

Sebetulnya, lanjut Sarra, agar bonding kala bulan puasa bisa terjadi, harus dimulai sebelum bulan puasa, minimal beberapa minggu sebelumnya. Lalu, apa saja kegiatan yang bisa dilakukan untuk menjalin bonding? Berikut di antaranya:

Kisah inspiratif sebelum berbuka

Sediakan waktu bersama sesaat sebelum berbuka untuk bercerita tentang kisah-kisah inspiratif islami, khususnya seputar lapar, puasa, haus dan lain-lain.

Banyak sekali kisah yang bisa dikupas bersama, misalnya cerita tentang seorang ibu di zaman kekhalifahan Umar bin Khattab yang memasak batu agar anaknya mengira sang ibu memasak sesuatu untuknya. Umar mendengar hal ini lalu membawa gandum dan memasakkan untuk keluarga tersebut. Kisah ini sangat mengharukan.

Ada juga kisah Jabir bin Ali yang memasak semangkuk kari dan beberapa potong roti untuk Rasulullah karena ia melihat beliau mengikatkan 2 batu ke pinggangnya untuk menahan lapar ketika memecahkan batu di saat menggali parit untuk persiapan perang Khandaq.

Kisah ini berakhir dengan keajaiban dimana semangkuk kari dan beberapa potong roti itu cukup untuk memberi makan tiga ribu pasukan yang bersama-sama menggali parit!

Ada juga kisah tentang gadis penjual susu yang jujur, yang akhirnya di nikahkan dengan anak Umar bin Khattab, yaitu Ashim. Atau cerita penggembala yang jujur. Ia dirayu untuk menjual satu dari ribuan kambing karena tak dilihat sang pemilik kambing. Lalu penggembala itu bertanya: “Jika demikian, maka dimana Allah?”

Kisah-kisah inspiratif seperti ini bisa membakar semangat anak untuk berpuasa, jujur tanpa dilihat manusia dan percaya bahwa Allah Maha Baik. Kenapa harus sesaat sebelum berbuka? Karena kisah-kisah ini akan semakin terasa maknanya ketika didengarkan dalam keadaan lapar, keadaan yang sama dengan yang dirasakan orang-orang baik pada kisah-kisah tersebut.

Berdiskusi merencanakan menu berbuka dan sahur

Pastikan menu harus bergizi, sehat, lengkap, cukup, variatif dan mudah. Kenapa? Karena makanan sahur harus cukup memberi energi agar tahan lapar selama lebih dari 12 jam. Makanan berbuka harus mengenyangkan tapi tidak begitu berat dicerna perut yang lama kosong.

Buat daftar makanan favorit anak. Pilih mana makanan yang cocok sebagai menu berbuka dan juga sahur. Menghidangkan menu favorit anak dapat menjadi pemancing agar anak semangat berpuasa. Khususnya ketika sahur karena biasanya anak masih ngantuk dan tak berselera makan. Dengan menyediakan menu kesukaan anak, diharapkan dapat membangkitkan napsu makan. Alhasil, pada siang hari anak tetap fit, bersemangat, tidak lemas dan dapat puasa sehari penuh. 

Untuk sahur, perbanyak menu yang mengandung lemak untuk membantu menghindari rasa lapar. Perbanyak pula makanan berserat untuk memperlancar buang air besar. Pastikan kurma selalu masuk menu dan tersedia untuk berbuka. Selain kadar glukosa dalam kurma itu pas untuk tubuh dan perut yang lama kosong, berbuka dengan kurma juga merupakan sunnah Rasulullah.

Ikut belanja bahan-bahan makanan untuk berbuka dan sahur

Aktivitas belanja bersama biasanya menyenangkan. Apalagi ke pasar yang tidak bau dan becek. Urutan ‘pergi belanja’ bisa panjang dan kaya pengalaman. Dimulai dengan mengecek bahan makanan apa yang sudah habis dan harus dibeli. Pertimbangkan jumlahnya, buat daftarnya, tentukan pergi ke pasar yang mana.

Sesampai di pasar, anak bisa membantu mencari bahan yang ada didaftar. Untuk anak SD kelas 5-6 bisa diajak membuat budget, jumlah uang sekian untuk membeli sekian banyak. Ia juga bisa diajar membandingkan harga, kualitas dan kuantitas. Bila belanja di swalayan, anak bisa diajar mengantre di kasir bahkan membantu memasukkan barang ke plastik.

Tantangan terbesar mengajak anak belanja persiapan berbuka dan sahur adalah pentingnya membedakan kebutuhan dan keinginan. Seringkali berbelanja dalam keadaan lapar membuat pembeli menjadi impulsif dan membeli barang sesuai dengan keinginan, bukan kebutuhan.

Membantu ibu memasak di dapur

Mengajak si kecil bereksperimen di dapur sangatlah bermanfaat. Mengajak anak menyiapkan berbuka adalah tantangan tersendiri karena ia biasanya dalam kondisi lemas dan lapar. Tapi anak tetap bisa dilibatkan untuk membuat hal-hal sederhana, yang tidak menghabiskan banyak energi dan tidak membahayakan. Misal, mengolah agar-agar, memarut keju atau mengaduk adonan untuk membuat kue kering favoritnya untuk Lebaran nanti.

Melalui proses ini, anak dapat belajar banyak hal dan menstimulasi semua inderanya. Dia bisa mengenali bau bawang putih yang ditumis ‘hingga harum’ dan beda baunya dengan lada hitam yang bisa membuatnya bersin-bersin, mendengar kerasnya bunyi blender atau mixer, sesuai dengan tingkatan kehalusan dan kecepatannya, bisa melihat perubahan warna antara udang mentah yang abu-abu menjadi pink ketika sudah matang, membedakan tekstur telur, tepung, yang diaduk dengan mentega yang lama-lama menjadi adonan yang bisa dibentuk. Selain itu, anak belajar matematika, gula 3 sendok, mentega 200gr, keju ½ kilo, dan susu 2 ¼ cup.

Yang paling penting dari menyiapkan bahan, mengolah dan memasak ini adalah pentingnya proses itu sendiri. Bahwa semua dalam hidup ini adalah proses. Tidak ada yang instan. Mi saja, yang konon instan, perlu proses. Masak air dulu, buka bungkusnya, tunggu sampai air mendidih, dan lain-lain.

Begitu juga kita semua. Bayi dari tidak ada, perlu proses 9 bulan untuk bisa lahir sempurna. Yang dulu tak bisa berdiri, sekarang bahkan bisa berlari. Yang dulu tak bisa berkata, sekarang cerewet luar biasa. Yang dulu tak mengenal angka, sekarang bisa menghitung melampaui jumlah jari tangan dan kakinya. Semua pakai proses. Masakan perlu proses, sekolah perlu proses, masuk surga pun perlu proses. Berpuasa ini adalah salah satu prosesnya.

Menyiapkan meja makan serta perlengkapan makan.

Mempersiapkan alat-alat makan di meja disesuaikan dengan kebiasaan masing-masing keluarga. Ada keluarga yang alat makannya lengkap dengan alas piring, kobokan, serbet, dan ukuran sendok, garpu, pisau yang berbeda-beda tersusun rapi bak restoran bintang lima.

Ada keluarga yang lebih praktis yang masing-masing anggota keluarganya mengambil sendiri alat-alat makan dari tempat penyimpanan di dapur. Masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya. Bagi mereka yang membiasakan makan dengan peralatan makan yang komplet, manfaat yang bisa didapat adalah anak belajar urutan peletakan sendok, sendok mana untuk makanan utama, sendok mana untuk makanan pencuci mulut dan seterusnya.

Bagi mereka yang menganut madzhab kepraktisan dalam menyiapkan peralatan makan keuntungannya adalah biasanya anak lebih mandiri di usia yang lebih muda karena tidak perlu proses persiapan makan yang kompleks.

Membereskan meja makan.

Bila anak berjumlah lebih dari satu, kegiatan membereskan meja bisa menjadi hal yang sangat menyenangkan. Si abang mencuci piring, si kakak menutup makanan dan memasukkan kembali sisa makanan (bila ada) ke kulkas, si adik kecil mengelap meja dari tumpahan makanan. Masing-masing diberi tugas sesuai dengan usia, ketrampilan motorik dan kemampuan tubuhnya. Yang jelas dari kerja sama tersebut bisa muncul bonding kerja sama dengan keadaan hati yang lebih menyenangkan karena perut sudah kenyang.

Manfaat lain yang bisa di petik dari kegiatan ini adalah pemahaman akan tanggung jawab. Selalu ada konsekuensi dari sebuah perilaku, ada prosesi penutupan dari semua kegiatan. Bahwa semua berujung. Ketika permainan usai, mainan harus dirapikan kembali, ketika kegiatan mandi usai, tubuh harus kembali kering.

Bahkan ketika proses menimba ilmu selesai, ada tanggung jawab untuk membagi ilmu yang harus diamalkan. Jadi ketika proses makan selesai, tak lantas selesai begitu saja. Ada tanggung jawab merapihkan ketika kegiatan berakhir.

Mencuci alat-alat makan

Ini berkaitan erat membereskan meja makan. Namun kegiatan ini menawarkan ilmu ekstra. Melalui kegiatan ini anak-anak bisa belajar IPA.

Anak bisa mempelajari sifat air yang mengikuti bentuk wadah penampungnya (ditaruh di gelas, jadi bentuk gelas. Dsimpan di botol, jadi bentuk botol). ketika air ditambahkan sabun, akan mengeluarkan busa, bahwa busa sabun yang membersihkan kotoran bukan sabunnya itu sendiri.

Anak jadi bisa belajar bahwa ketika suatu barang bersabun, akan semakin licin dan sulit dipegang. Bahkan anak bisa belajar bahwa ketika benda yang terbuat dari plastik jatuh, dia tak rusak/peah, tapi ketika benda yang terbuat dari kaca terjatuh, bisa pecah dan tak bisa dipakai lagi.

Kalau mau lebih jauh lagi, anak juga bisa belajar tentang hebatnya ciptaan Tuhan yaitu kulit. Ketika kulit ita berada di air terlalu lama, ujung-ujung jari bagian telapak akan mengerut, agar pegangan kita terhadap suatu benda jadi tak licin. Anak usia 3-5tajim bisa dilatih untuk mencuci piringnya sendiri dan alat-alat makan dari plastik lainnya. Anak di atas 5 sudah bisa mencuci alat makan yang terbuat dari kaca karena bisa lebih berhati-hati.

AJARKAN UNTUK BERSYUKUR

Usai mengonsumsi makanan apapun, entah itu ketika berbuka, sahur atau di luar bulan puasa, harus berujung dengan hal yang sama: Syukur. Syukur itu cakupannya luas. Syukur atas makanan, uang yang memampukan kita membeli makanan, mulut yang bisa merasakan makanan, perut yang bisa mengolah makanan, bahkan proses pembuangan yang bisa mengeluarkan sisa makanan.

Syukur juga dapat dilihat dari ketaatan. Taat kepada orangua tanda syukur kepada Allah tidak dijadikan yatim piatu, taat beribadah tanda bersyukur diberi kesehatan fisik dan jiwa. Syukur tampak pada perilaku, syukur atas tubuh yang sempurna adalah menjaganya dengan makan tepat waktu, mandi, tidur, hanya melihat, berkata, dan melakukan hal-hal yang baik. Syukur akan berdampak panjang, hidup akan tenang, bahagia, saling membantu, ramah, dan terhindar dari hal-hal buruk seperti iri atau tamak

Ujung pembelajaran yang ditawarkan Ramadan adalah rasa syukur yang mendalam. Dengan keadaan lapar, kita jadi belajar rendah hati, tidak sombong dan bersyukur.***

Ilustrasi: Pexels/Thirdman

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *