Kiat Mengajarkan Anak Menabung

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Parents, anak usia sekolah mulai tahu fungsi uang sebagai ”alat tukar” membeli sesuatu. Ia juga sudah bisa membedakan, uang sepuluh ribu rupiah lebih besar nilainya dibandingkan uang seribu, misalnya. Anak usia 6-12 tahun ini juga umumnya memiliki celengan di rumah. Ketika ada sisa uang saku, selanjutnya disimpan di celengan meski hanya 500 rupiah.  

Menabung melatih anak untuk dapat mengelola uang. Ia akan tahu bahwa bila tak punya uang, maka takkan bisa beli apa-apa. Sebaliknya, dengan memiliki uang—dengan cara menabung—ia bisa membeli sesuatu. Jadi jelaskan bahwa menabung itu penting sebagai uang simpanan untuk suatu kebutuhan di masa mendatang.

Nah, di usia ini anak mulai bisa dikenalkan untuk memiliki rekening tabungan sendiri. Bahwa menyimpan uang tidak hanya di celengan, tapi di bank. Ia bisa memiliki dan menyimpan buku rekening yang mencatat saldo uang yang ia tabung.  Saat ini beberapa institusi bank memiliki produk tabungan untuk anak, dengan buku tabungan dan ATM bergambar kartun atau tokoh favorit anak yang menarik. Dengan begitu diharapkan anak makin tertarik dan membangun kebiasaan untuk menabung.

Kita dapat mengajak anak mengunjungi suatu bank. Tunjukkan bagaimana proses menabung. Keluarkan buku tabungan kita, lalu perlihatkan bagaimana kita menulis slip untuk setoran menabung. Lalu, menunggu antrean dipanggil oleh petugas Teller. Selanjutnya setelah nama kita dipanggil, kita menuju teller dan memberikan uang kita untuk ditabung. Ia akan mengamati bagaimana proses menabung di bank.

Lalu, kita bisa menawari anak untuk memiliki rekening tabungan sendiri. Minta ia untuk menyimpan buku tabungannya. Setiap kali kita ajak untuk melakukan transaksi menabung di bank, misalnya sebulan sekali. Dalam hal ini, ia dapat merasakan sendiri cara menghitung dan menyetorkan uang. Selain itu, ia bisa melihat sendiri catatan rekening yang makin bertambah. Artinya, uangnya semakin banyak. Tentu ia akan senang dan bangga.

Kita jelaskan pula apa bedanya menabung uang di bank dan di celengan. Dengan menyimpan uang di celengan, anak bisa kapan saja diambil dengan cara dicongkel misalnya. Berbeda dengan bank, walaupun sebenarnya dapat juga sesekali diambil, akan tetapi kan anak dan orangtua perlu datang ke bank, mengajukan slip penarikan uang dan sebagainya. Jadi ada suatu proses transaksi yang mesti dilakukan. Selain itu, menabung di bank lebih aman ketimbang di rumah. Kalau di rumah bisa saja hilang atau diambil orang lain.

Lalu, bagaimana dengan kartu ATM? Sebaiknya orangtualah yang menyimpannya. Kartu ATM tak diberikan karena dikhawatirkan bisa saja tercecer atau hilang serta bisa disalahgunakan orang lain. Kecuali ketika suatu waktu kita hendak mengambil uang, ajak ia melihat proses mengambil uang di ATM.  Namun demikian, anak perlu menyadari bahwa penarikan uang di ATM membawa konsekuensi pada berkurangnya uang di tabungan. Jangan sampai ia mengambil kesimpulan yang salah bahwa ATM adalah mesin uang yang bisa diambil setiap saat.

BELAJAR MENGHARGAI UANG

Menabung otomatis memberi pelajaran bagi anak untuk menghargai uang. Jelaskan bahwa suatu saat kalau sudah makin  banyak saldo tabungannya, bisa digunakan untuk membeli sesuatu penting yang dibutuhkan. Jadi  bukan hanya sekadar diinginkan. Misalnya, bukan untuk membeli mainan tertentu yang sebetulnya sudah ia miliki. Ia akan memilih sesuatu yang dibutuhkan tapi belum dimiliki, misalnya membeli jam tangan karena yang sebelumnya sudah rusak/mati. Ajak ia berdialog, kira-kira apa yang akan dia lakukan dengan uang yang ditabungnya di bank.

Anak juga belajar untuk tidak boros. Tidak terbiasa untuk membeli sesuatu dengan mudahnya, mengerem keinginan untuk beli ini dan itu yang ia suka. Akan tetapi, sekali lagi, ia belajar untuk menimbang-nimbang, memilah dan memilih mana yang penting dan tidak penting, mana yang dibutuhkan atau tidak, atau mana yang sekadar keinginan. Artinya, ia belajar untuk bertanggung jawab akan apa yang ia ”investasi”kan. Perjuangannya menabung mulai dari uang recehan Rp500 sampai bila ia mendapat uang ”angpau” dari kakek/nenek dan kerabatnya yang nilainya relatif besar. Otomatis ia belajar menghargai jerih payahnya sendiri.

Menabung sebagai upaya mengasah kecerdasan finansial anak sejak dini agar siap untuk mengelola berbagai peluang dan kendala keuangan saat ia besar. Kelak, kebiasaan baik ini akan menumbuhkan karakter positif yang memengaruhi pola hidupnya.

BERIKAN MOTIVASI

Yang jelas, hindari memaksa dalam upaya menanamkan gembar menabung di bank. Justru anak perlu deri motivasi agar ia semangat menabung. Misalnya, pada awal tahun kita tanyakan, apa rencananya pada akhir tahun ini, apakah ia ingin membeli sepeda, misalnya. Jelaskan berapa harga sebuah sepeda, berapa lama target menabung sehingga uangnya terkumpul sesuai dengan harga sepeda tersebut dan sebagainya. Misalnya, dalam sebulan ia sebaiknya menabung sekitar Rp100 ribu. Bila ia bisa menyisihkan uang saku Rp5000 per hari, serta ditambah dari uang ekstra dari kakek-nenek, target untuk membeli sepeda bisa tercapai pada akhir tahun. Adanya tujuan tertentu dalam menabung tentunya akan membuat anak semakin bersemangat untuk menabung.

Satu hal lagi yang cukup penting adalah kita mesti menjadi teladan bagi anak. Kita juga harus menunjukkan sikap yang gemar menabung di bank. Anak yang terbiasa melihat orangtua menabung dan berhemat dalam kesehariannya tentu akan lebih mudah untuk menerima ketika diajarkan untuk melakukan hal yang sama.***

Ilustrasi: Pexels/Pixabay

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *