10 Kiat Mengasah Empati Anak usia Prasekolah    

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

  

MYHOMMY.ID – Parents, sejak dini kita sudah bisa mengajarkan anak mengenai empati. Apa itu empati dan bagaimana cara mengasah empati pada anak? Yuk simak uraian ini.

Secara definisi, empati adalah salah satu perilaku yang dimiliki individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Kecerdasan emosi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mampu memahami emosi, mampu merasakan dan menggunakan emosi untuk membantu dirinya berpikir, mampu mengerti arti dari emosi, mampu mengatur emosi sehingga kemampuan ini bisa membuatnya memiliki kecerdasan emosional dan intelektual yang optimal, demikian menurut Salovey dan Mayer (1999).

Senada dengan itu, menurut Six Seconds (2001), kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengembangkan hubungan yang optimal untuk diri sendiri dan orang lain. Kecerdasan emosi merupakan gabungan dari  tiga elemen penting yaitu emosi pikirkan dan perilaku dan tindakan yang semuanya membawa kebaikan untuk diri dan lingkungan.

Nah, seseorang dengan EQ tinggi (kecerdasan emosi) memiliki berbagai kemampuan, di antaranya mudah dan cepat bangkit dari kesulitan, mampu mendengar dengan baik, memiliki empati, mampu mengambil risiko, fleksibel, dan mampu membangun hubungan dengan baik. Sebaliknya, seseorang dengan EQ rendah tampak dari sikap/perilaku suka menyalahkan, tidak memaafkan, mempertahankan keinginan, menghindar, berasumsi, dan menjaga jarak.

Singkat kata, empati adalah kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan pihak lain dan memiliki keinginan untuk melakukan tindakan yang tujuannya untuk membantu pihak tersebut.

ASAH TERUS KEMAMPUANNYA

Pada dasarnya, sejak usia batita (di bawah tiga tahu) anak-anak sudah mempunyai kemampuan untuk berempati. Banyak penelitian yang menunjukkan hal ini. Misal, ada seseorang yang sedang membawa banyak buku  kesulitan membuka pintu. Lalu, seorang anak batita yang saat itu sedang bersama orangtuanya, tanpa diberitahu dan diminta pun ia mempunyai keinginan membantunya dengan membuka pintu. Juga ketika buku tersebut jatuh, ia pun berusaha untuk mengambilkan buku itu. Hanya banyak orangtua dan pendidik yang belum mengetahui hal ini sehingga kecerdasan emosi belum diajarkan kepada anak-anak sedini mungkin.

Nah, dalam aktivitas sehari-hari, banyak cara mengajarkan empati pada anak usia 4-5 tahun. Ada empat hal yang bisa diajarkan orangtua dan pendidik:

1.Kita harus mampu berempati.

Misal, kelihatannya anak takut pada anjing, yang harus dilakukan adalah: ”Apakah Adik merasa takut sama anjing?”. Jadi kita bertanya dan bukan mengabaikan atau memperbaiki perasaan anak, misal:”Wah Adik takut ya, nggak apa-apa kok anjingnya baik.” Ungkapan ini harus dihindari.

Kemudian kita bisa menyampaikan: “Ya anjing ini memang mengonggong keras dan besar sekali ya, tentunya bisa membuat adik Kayla takut dan bunda akan memegang tangan adik supaya kamu merasa nyaman ya.”

2.Berbicara tentang perasaan orang lain.

Misal, anak Anda mengambil mainan atau merebut mainanya dari anak lain. Yang seharusnya kita lakukan adalah: ”Alisa sepertinya sangat sedih mainannya diambil Kayla, tolong berikan mainan itu ke Alisa dan kamu bisa memilih mainan yang lain karena masih banyak, kan.”

3.Mengusulkan anak untuk menunjukkan empati.

Misal, ada anak yang kelihatan sangat diam dan murung di pojok ruangan bermain. Kita bisa ajak anak untuk mengajak anak itu bermain, misal: ”Sepertinya Lala terlihat sedih, yuk Kayla ajak Lala bermain bersama.”

4. Berbagi cerita empati.

Baik itu cerita pengalaman sendiri, membaca buku cerita atau menonton film bersama yang isi ceritanya tentang empati.

Selain empat hal di atas berikut ini yang harus dilakukan orangtua dalam mengajar empati pada anak:

1.Role model

Jadilah contoh yang baik untuk anak karena jika Parents memiliki kekuatan dalam  membina hubungan yaitu dengan penuh hormat, baik dan perhatian maka anak-anak akan belajar dari Anda.

2. Gunakan kata”saya” dalam pesan Anda

Komunikasi menggunakan kata ”saya” membantu anak untuk membangun kesadaran bahwa kita harus fokus pada perasaan kita atas tindakan yang kita alami, misal: ”Saya tidak suka kalau kamu memukul saya seperti itu karena menyakitkan saya.”

Jadi bukannya memukul balik supaya merasakan sakitnya tetapi menyampaikan apa yang Anda rasakan.  Balik memukul supaya merasakan sakit itu hanya mengajarkan anak balas dendam.

3.Pahami emosi negatif anak

Biasanya ketika orangtua menghadapi anak yang sedang sedih, marah, kecewa, mereka terburu-buru untuk memperbaiki perasaan anak supaya ia merasa enak kembali karena kita ingin melindungi mereka dari rasa sakit. 

Padahal semua emosi negatif ini merupakan bagian dari kehidupan dimana anak-anak harus belajar menghadapinya. Ketika kita memahami emosi negatif anak, hal ini akan membantu ia belajar untuk mengelola perasaannya dan berusaha mencari solusi dengan dukungan orangtua.

Misal, ketika kita matikan televisi karena ia belum mau mulai mandi sore sesuai dengan aturan yang disepakati. Maka kita sampaikan kepada anak: ”Bunda memahami kamu kesal karena tidak bisa menonton teve sekarang. Bunda matikan karena seharusnya kamu waktunya mandi sore. Nanti setelah mandi kamu bisa nonton bersama Bunda dan Ayah.” Pendekatan ini akan membantu anak untuk berempati terhadap orang lain yang mengalami hal yang tidak menyenangkan.

4.Bermain pura-pura “pretend play”

Misal, menggunakan boneka kesukaan anak. Si Kura-kura tidak mau mengantre dan mendorong si Kucing. Kucing merasakan kesakitan dan hampir jatuh.  Kita bertanya pada anak, “Bagaimana perasaan kucing , dan apa yang harus kucing lakukan?”

5.Berpikir kembali dalam menggunakan kata ”maaf”

Terkadang kita memaksakan anak  untuk meminta maaf. Hal ini baik dan pada dasarnya tidak bisa digunakan untuk mendidik anak bertanggung jawab atas tindakan yang telah ia lakukan. Jadi mengajarkan anak meminta maaf saja  tidak akan mampu membuat anak memiliki empati.

Pendekatan yang lebih baik adalah Parents mengajarkan anak untuk fokus pada perasaan pihak lain. Misal: “Lihat Kayla, terlihat sangat sedih ya karena kamu dorong dan  mainannya kamu ambil, ayo kita ke Kayla karena sepertinya dia tangannya kesakitan.” Tindakan ini akan mengajarkan anak hubungan antara tindakan memegang tangan dan reaksi sedih yang terlihat dari raut wajahnya.

  • Sabar

Membangun perilaku empati membutuhkan waktu. Karena banyak juga anak remaja bahkan orang dewasa yang belum memiliki keahlian ini. Ingat, empati adalah keahlian yang kompleks yang terus akan berkembang sepanjang perjalanan hidup anak. Jadi teruslah berusaha untuk mengembangkan keahlian ini.

Kelak, anak yang memiliki empati mampu bertanggung jawab, membangun hubungan baik, tidak bersikap agresif, bebas dari “bully”, melakukan tindakan baik yang membawa perubahan positif dan membuat lingkungan menjadi lebih baik.

Hal lain yang penting diperhatikan, untuk mengajarkan empati sebaiknya orangtua tidak melakukan hukuman pada anak. Hukuman bukanlah jalan keluar yang baik tetapi jalan pintas karena ingin mudah agar anak melakukan tindakan sesuai dengan keinginan kita. Misalnya, ketika anak TK saling berebut mainan dan anak yang satu jatuh dan sakit, anak yang merebut diajak guru untuk mendekati anak yang kesakitan dan membantu mengompres kaki yang sakit dengan es. Pada akhirnya anak belajar dan saling berteman dengan baik.

Selain itu, anak akan mudah diajarkan empati kalau kebutuhannya terpenuhi dengan baik ketika dia lapar, basah dan sebagainya, dia ditangani dengan baik. Anak merasa nyaman dan tenang karena selalu mendapatkan pelukan dan kehangatan dari orang terdekatnya.

Contoh lain, ketika mama mau berangkat kerja, pamitlah kepada anak, tidak langsung pergi saja karena merasa tidak tega. Intinya, kedua orangtua harus bekerja sama dengan baik dengan menggunakan pendekatan parenting/pengasuhan yang sama dalam mendidik sang buah hati.***

Ilustrasi: Pexels/Ivan Samkov

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *