Kiat Mengajarkan Anak Prasekolah Bersikap Patuh

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

”Heeehh…’nakal’ banget nih anak satu.” Tia agak geram melihat perangai anak sulungnya, Edo, yang tak tertib berbaris di depan kelas. Ia pun tampak usil dan mendorong-dorong teman di depannya.  

Karuan saja temannya itu merasa terganggu. Tak jarang, ibu guru memberi ”perhatian khusus” pada Edo agar mau mengikuti instruksi yang disampaikan.

Eh, rupanya setali tiga uang dengan sikapnya di rumah. Usai mengeluarkan seluruh isi keranjang mainan, ia ogah membereskan. Kamar seperti kapal pecah. Berantakan. Meski diminta menata kembali dengan cara baik-baik, sepertinya tak mempan. Maunya suka-suka.

Pokoknya nyeleneh, deh!

Tia tak sendirian. Beberapa ibu lain mengalami hal yang sama. Si prasekolah tak mau menuruti apa kata orangtua dan guru, membangkang dan tak mau patuh pada aturan. Kenapa gerangan hai bocah dirimu kok bersikap seperti itu? Hmmm..

INTERNAL DAN EKSTERNAL

Di usia prasekolah, anak diajarkan aturan atau norma – norma secara konsisten, serta mengajarkan manfaat dari suatu perilaku, sehingga anak diharapkan memahami apa yang diharapkan lingkungan dan dampaknya bagi diri serta lingkungan. Dalam penyerapan aturan/norma yang diharapkan lingkungan, tentu melalui proses yang tidak sebentar, ada saja kendala yang menghadang, baik faktor internal maupun eksternal.

*Faktor internal:

-Ego

Dari kacamata psikologi perkembangan anak, kata Sani B Hermawan, Psi,pada usia 4-5 tahun, ego anak mulai berkembang. Ia mulai mencoba otoritasnya untuk menguasai lingkungan. Ia berusaha untuk mengendalikan lingkungan. Bukan sebaliknya, lingkungan mengendalikan dirinya. Lantaran itulah, jangan heran kalau di usia ini anak terlihat ‘membangkang’, tak mau ikut aturan bahkan susah diatur.

-Meningkatnya kemampuan diri

Kemampuan kognitif, bahasa, dan sosial si usia prasekolah semakin berkembang. Pada usia ini ia makin menyadari bahwa dapat bertindak secara mandiri sesuai keinginannya. Dengan kata lain,  anak menyadari bahwa mereka memiliki kekuatan untuk bertindak sesuai kehendaknya. Anak berada dalam masa mencoba mengetahui sampai di mana keinginannya bisa disampaikan atau diekspresikan.

-Karakter bawaan

 Perlu dipahami adalah bahwa setiap anak berbeda dalam memahami suatu aturan. Ada anak yang mudah dan ada anak yang sulit. Hal ini merupakan kecenderungan bawaan dari lahir. Sehingga orangtua tidak perlu merasa frustasi apabila anaknya sulit menerima aturan karena ada kecendungan anak yang mudah mnerima aturan ada juga yang cenderung membangkang. Tentu penanganan orangtua juga berbeda pada karakter anak yang berbeda tersebut.

*FAKTOR EKSTERNAL

-Aturan terlalu keras/longgar

Dari faktor eksternal, barangkali tanpa disadari kita terkadang menerapkan aturan terlalu keras, atau bahkan sebaliknya terlalu “longgar” menerapkan aturan.

-Ingin diperhatikan

Bisa juga lantaran anak merasa tak diperhatikan karena kehadiran adik bayi yang menyita perhatian ayah-ibunya. Ia ingin mendapatkan perhatian, menginginkan sentuhan yang dapat membuatnya merasa tenteram dan dimengerti seperti pelukan, ciuman, dan usapan kepala yang penuh kehangatan, anak sedang marah kepada orangtua karena sesuatu yang ia inginkan tidak dipenuhi.

-Protes  dan melawan pendapat

Di sisi lain, boleh jadi pembangkangan ini sebagai bentuk ”protes” dia lantaran tak dibelikan sesuatu misalnya. Terkadang anak membangkang tidak dalam rangka memaksakan kemauan yang menguntungkan dirinya, kadang-kadang ia hanya bersikap melawan pendapat orang yang lebih besar atau dewasa darinya.

POIN-POIN PENTING

Nah, agar anak tidak membangkang dan mengikuti apa yang dikatakan orangtua, ada beberapa poin penting yang perlu diperhatikan, yaitu:  

*Bersikaplah tenang dan introspeksi

Orangtua yang bijak tentu tidak akan menanggapi sikap anak seperti ini dengan spontan, reaktif dan tergesa-gesa. Bersikaplah tenang dalam menghadapinya. Pahami latar belakang yang menyebabkan anak membangkang. Pahami kondisi psikologis dan tugas perkembangan anak usia ini. Orangtua perlu berintrospeksi terhadap perilaku “tidak patuh” anak  misal, inkosistensi, aturan terlalu kaku, konsekuensi berlebihan, kurang apresiasi, dan lain sebagainya.

*Hindari melabel

Hindari melabel anak  tak sedikit orangtua yang menjuluki “anak nakal, bandel, pembangkang”  atau menyindir anak dengan/ kata-kata yang tajam yang sesungguhnya dapat melukai perasaan anak. Orangtua terkadang memaksakan kehendak dan pada saat itu biasanya muncul pernyataan; “maunya kamu ini apa sih, kok sama orang tua tidak nurut, amu bisanya menentang dan membangkang.” Kata-kata seperti ini bisa merenggangkan hubungan antara orangtua dengan anak.

*Ciptakan suasana menyenangkan
Menciptakan suasana yang menyenangkan dengan cara mengganti ucapan yang bernada perintah maupun paksaan menjadi sebuah ’ajakan’ tentu akan lebih menyenangkan. Dengan demikian, anak akan merasa senang melakukan apa yang menjadi harapan dan keinginan orangtuanya dan iapun akan merasa nyaman menerima itu. Pahami kondisi anak dengan pendekatan yang menyenangkan dan sentuhan fisik yang penuh kelembutan sebelum memberi instruksi.Dengan menggunakan cara yang menyenangkan dan penuh kasih sayang saat berbicara akan membuat anak mendengarkan kata-kata orang tuanya. Karena anak akan merasa bahwa orangtua mencintainya dan menganggapnya seseorang yang spesial, sehingga anak akan termotivasi melakukan yang terbaik untuk orangtuanya.

*Ajak anak berbicara

Anak suka membantah mungkin karena merasa tak diperhatikan, ibu terlalu fokus mengasuh adik bayi, misalnya, sehingga ia merasa ’tersisihkan”. Maka luangkan waktu untuk memberi perhatian pada si prasekolah. Salah satu caranya adalah mengajak ia ngobrol. Posisikan sejajar, duduk bersama di sofa atau di teras rumah, dengarkan apapun topik yang ia bicarakan. Tanggapi dengan baik sehingga ia merasa diperhatikan kembali.

Biasakan mengajak anak berdialog sejak kecil, meski perkembangan bahasanya masih terbatas. Umpama, anak menolak permintaan orangtua, tanyakan mengapa ia tidak mau, pancing jawabannya lalu coba arahkan bagaimana seharusnya. Terlebih di usia prasekolah, umumnya penolakan anak disertai dengan alasan. Contoh, “Aku enggak mau makan. Sayurnya pahit.” Hindari ancaman/paksaan. Selain membuatnya makin menolak, jadi anak belajar bahwa segala hal bisa diselesaikan dengan ancaman/paksaan bukan dengan dialog dan saling mendengarkan.

Kepatuhan akan meningkat sejalan dengan perkembangan moral anak. Oleh karena itu, melalui sharing, bercerita, dan lain sebagainya akan membuat anak jadi lebih mudah menangkap informasi dan aturan. Dengan demikian diharapkan anak akan mengaplikasikan sesuai harapan lingkungan/keluarga.

*Instruksi yang jelas

Bila kita memberikan instruksi atau aturan tertentu pada si prasekolah, maka utarakan dengan jelas, dengan kata-kata yang sederhana dan tidak otoriter. Anak mungkin merasa jenuh kalau kita mengatakan sesuatu panjang lebar, diulang-ulang, terkesan menyuruh-nyuruh dan sebagainya.

Selain itu, hindari memberikan perintah pada saat dan kondisi anak yang tidak tepat, misalnya sedang capek, lapar atau mengantuk, karena itu bisa dipastikan akan melahirkan ”pemberontakan” atau membantah

Anak sebaiknya dalam kondisi tenang, rilek, santai, senang, baru perintah itu disampaikan.

Selain itu, berikan pilihan terbatas. Misal, anak tidak mau segera tidur, orangtua bisa menggunakan kata, “Adek mau gosok gigi dulu atau ganti baju dulu baru tidur?” Dengan begitu anak merasa dilibatkan saat pengambilan keputusan. Tak kalah penting,  fokus tentang apa yang harus dilakukan. Misal, jika ingin menyuruh anak membereskan mainan, okuslah pada masalah itu. Misalnya katakan, “Membereskan mainan lebih penting untuk dikerjakan sebelum menonton teve, jika tidak mau membereskan mainan, maka teve akan dimatikan”.

Yang pasti , pesan yang ingin disampaikan harus jelas, sederhana dan tidak otoriter. Anak akan merasa bosan jika orangtua selalu membahas hal yang sama berulang-ulang dan terlalu panjang.

*Jadilah contoh

Alangkah baik kita kita menjadi role model atau contoh bagi si prasekolah. Tak hanya menyuruh anak membereskan mainan, tapi kita mencontohkan bagaimana kerapian di rumah harus dijaga. Ketika kita membereskan sprei tempat tidur, menata sesuatu di meja dan lainnya. Kalau saja orangtua cuek dengan kerapian rumah, bagaimana anak mau membereskan mainan karena tak ada sosok yang menjadi panutannya.

Jadi, jika anak sering melihat orangtua melakukannya, maka ketika sang anak diberi tahu mengenai hal tersebut anak akan mendengarkan dan melakukannya.

*Reward and punishment

Apakah anak yang membangkang perlu mendapat hukuman agar berefek jera? Sebaiknya ”hukuman” diubah menjadi konsekuensi negatif. Orangtua bisa membuat negosiasi dengan anak tentang konsekuensi yang diterapkan jika anak tidak mau mengikuti apa yang kita katakan. Misal,  bila tak menuruti aturan, hari minggu tidak ikut pergi. Atau kita beri konsekuensi bahwa waktu bermain lebih sebentar. Bisa juga dengan tidak memberikan mainan kesukaan anak selama waktu tertentu dan sebagainya.

Berilah penghargaan yang positif. Penghargaan yang positif sangat diperlukan saat anak mau mendengarkan kata-kata orangtua dan melakukannya.. Penghargaan tidak harus bersifat fisik, bahkan seringkali penghargaan yang bersifat emosional seperti pujian dan ekspresi cinta dari orangtua jauh lebih berarti buat anak. Bila itu dilakukan, maka dapat menjadi awal yang baik dalam membangun hubungan yang lebih baik antara orangtua dan anak.

Ilustrasi: Pexels/Cottonbro Studio

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *