MYHOMMY.ID – Parents, bagaimana jika tiba-tiba si prasekolah menarik diri dari pertemanan karena si teman selalu membuatnya menangis?
Tet..tet..tet… Bel usai belajar berbunyi. Setelah berdoa bersama dan menyalami guru, anak-anak TK itu keluar kelas satu per satu. Seperti biasa, Alfa tak mau langsung pulang. Ia masih ingin bermain di sekolah. Ia berlarian, bermain jungkat-jungkit dan ‘berebut’ ayunan, dan tampak asyik bercanda, menikmati suasana bermain. Setelah puas bermain bersama,baru Alfa mau pulang.
Akan tetapi ada pemandangan ‘aneh’ akhir-akhir ini. Alfa cenderung menarik diri dan tak berminat dengan teman-teman sebayanya. Anak 4 tahun yang sore hari biasanya bermain dengan teman-temannya di lingkungan rumah ini, sekarang justru enggan diajak ke area bermain di lingkungan kompleks.
Ya, ada perubahan pola bergaul yang terjadi. Ada apa dengan Alfa?
BERTEMAN ALA PRASEKOLAH
Sebelum menginjak pada permasalahan yang dihadapi Alfa, perlu kiranya kita memahami masalah pertemanan di usia prasekolah. Umumnya keterampilan sosial anak-anak 3—5 tahun makin terasah. Teman anak semakin banyak, baik di lingkungan rumah maupun di sekolah.
Menurut Indah Kiranawati Machsus, Psi, bermain/beraktivitas dengan teman adalah salah satu momen mengembangkan kemampuan sosial dan adaptasi. Anak belajar menjalani hubungan pertemanan, mempelajari berbagai hal atau eksplorasi dengan teman, bekerja sama, sama, menghadapi “konflik” antara mereka, mengespkresikan perasaannya, dan sebagainya
Sebenarnya prinsip berteman itu sendiri adalah bagaimana seseorang belajar menyesuaikan diri, mengenal diri sendiri dan orang lain, bagaimana berinteraksi dengan orang-orang dalam suatu situasi serta bagaimana ia menyesuaikan dengan aturan dan nilai-nilai yang ada. Nah, dengan berteman, anak-anak akan lebih percaya diri dan merasa senang dengan dengan diri mereka. Kemampuan sosialisasi bisa mengasah kemampuan beradaptasi.
Di usia inilah ia mulai melihat dunia lain di luar dunia rumah bersama ayah-ibu. Robert Hughes, Jr., Ph.D ., dari Ohio State University, Amerika Serikat menyebutkan, “Teman membantu anak menumbuhkan rasa kasih sayang, mengatasi masalah, berbagi rasa dan memupuk rasa saling memiliki. anak-anak yang pandai berteman, akan tumbuh menjadi anak-anak yang lebih bahagia, dan kecil kemungkinan mengalami kesepian atau depresi.”
MERASA TAK NYAMAN
Kembali pada permasalahan Alfa, salah satu kemungkinan anak menarik diri dari pergaulan adalah ketidaknyamanan. Boleh jadi, ketika bermain, ada salah satu temannya bersikap agresif (memukul atau menendangnya). Dari situ ia merasa bermain bersama teman tak lagi menyenangkan. Carilah tahu akar masalahnya. Sebab jika hal ini tak dituntaskan perkembangan sosial anak selanjutnya dikhawatirkan dapat terhambat.
Sebagai langkah awal, coba bertanya padanya, “Tumben nih Kakak langsung pulang, biasanya main dulu di sekolah?” Gali apa yang dirasakan anak dengan lembut, penuh perhatian tanpa terkesan menginterogasi.
Kalau masalah ia tak mau bermain lagi lantaran dikasari teman (didorong saat bermain ayunan sampai terjatuh kita bisa memberi saran bahwa mungkin si teman berlaku demikian karena ingin duluan bermain ayunan.
Kita juga bisa memerhatikan apakah si teman tersebut memang sering berulah demikian pada teman-teman yang lain. Bila demikian, kita bisa memberi saran pada anak untuk bermain dengan teman yang lain. “Kamu kan punya teman banyak, biarkan saja ia bersikap tak baik, kan kamu masih bisa bermain dengan teman yang lain.”
Lantaran anak mengalami situasi yang tak diharapkan, semisal dijahili atau dipukul/didorong teman, alhasil anak jadi merasa takut berteman. Ia pun jadi membatasi diri untuk berteman. Orangtua perlu mengajarkan anak untuk ’membela diri’.
Bukan berarti membalas mendorong/memukul, akan tetapi melatih keberanian untuk berbicara. Misal, ”Kenapa kamu memukul aku? Kamu engak boleh memukul dong.” bisa juga dengan mengatakan,”Kalau kamu memukul aku, aku enggak mau berteman dengan kamu lagi. Kamu nanti dibenci sama teman-teman.”
Jadi ajari anak menyikapi dengan cara positif. Anak memiliki pertahanan diri. Ia pun percaya diri untuk tetap menjalin pertemanan.
Satu faktor lain yang menjadi alasan kenapa anak tak mau bermain dengan teman, boleh jadi ia lebih tertarik main games. Berbagai tema permainan ini tak sedikit melenakan anak. Alhasil, ia ogah untuk bermain dengan lingkungan, melakukan aktivitas fisik/bergerak, entah itu berlarian, main bola, bersepeda dan sebagainya.
Ketika ia terpikat pada suatu permainan games atau playstation-apalagi orangtua membebaskannya bermain sepuasnya karena keduanya sibuk bekerja-jangan heran kalau ia lebih memilih nongkrong di depan gadge ketimbang berlarian di lapangan kompleks, misalnya. Sayang sekali kalau anak kurang berkesempatan mempraktekkan keterampilan sosialnya seperti ini.
Bermain games bisa menjadi penyebab anak tiba-tiba tak mau berteman. Apalagi orangtua memberikan kelonggaran waktu, anak bebas bermain games sepuasnya.
Nah, anak yang terlalu banyak main games bisa menimbulkan ketagihan. Bahkan sampai ”lupa” bermain dengan teman. Ya, games dapat memengaruhi pikiran, emosi dan tindakan anak. Alhasil, ia menjadi cuek, mengurangi kesempatan untuk bersosialiasi, dan parahnya ia menjadi tak membutuhkan kehadiran teman.
Di sisi lain, ia jadi mau menang sendiri, agresif dan lainya. Yang tadinya suka bermain dengan teman, sekarang lebih memilih bermain games, sehingga ia merasa tak perlu ada teman. Pasalnya, berteman itu tak semudah bermain games, ada aturan, harus antre, dan lainnya. Sementara, bermain games bisa diatur sendiri sesuka hatinya.
Karena itulah, orangtua harus menerapkan aturan, waktu tertentu untuk bermain games. Misalnya, hanya diwaktu libur sekolah, itupun dibatasi maksimal 2 jam. Di sisi lain, kita perlu mengontrol jenis games apa yang dimainkannya. Pada beberapa games, ada nilai positif yang bisa dipetik, misalnya belajar berpikir, menentukan strategi, mengasah motivasi untuk memenangkan sesuatu dan lainnya.***
0 Comments