Pentingnya Menciptakan Bonding dengan Anak Sejak Dini

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

MYHOMMY.ID – Parents, seberapa sering Anda memeluk si buah hati? Sederhana sih, tapi sungguh bermakna. Ya, sentuhan atau kontak fisik antara orangtua dan anak  dapat memunculkan kasih sayang, kehangatan, rasa cinta, aman, nyaman dan bahagia. Bahkan, ketika anak merasa ketakutan atau sedih, pelukan orangtua dapat menjadi ”obat” yang mujarab.

Nah, proses interaksi dan keterikatan antara orangtua dan anak berupa bahasa tubuh atau nonverbal yang terus dijalin seperti itu akan memunculkan kepercayaan (trust) secara terus-menerus yang dalam jangka panjang akan membentuk ikatan (bonding). Para ahli psikologi juga menyebut pembentukkan keterikatan ini dengan istilah attachment.  

Bonding ini menjadi sangat penting karena akan menentukan bentuk komunikasi dan kedekatan antara anak dan orangtua pada masa selanjutnya. Khususnya, ketika anak tumbuh menjadi remaja.

Dalam diri anak akan tumbuh perasaan bahwa orang-orang di dunia sosialnya dapat dipercaya dan saling menyayangi.

Sebaliknya, jika anak tak mendapatkan bonding, akan tumbuh rasa tidak percaya dan akan selalu curiga kepada orang lain. “Anak yang tidak memiliki ikatan yang kuat dengan orangtuanya cenderung akan berkembang menjadi anak yang bermasalah dan sulit dikendalikan. Jadi bonding sangat memengaruhi perkembangan kepribadiannya kelak,” papar Dra. Irna Minauli, M.Si, Psikolog., Direktur Minauli Consulting. 

KEMBANGKAN RASA AMAN

Untuk itu, perlu dikembangkan attachment parenting sebagaimana dikemukakan oleh seorang dokter anak di Amerika, Wiliam Sears.Bahwa kedekatan dan sentuhan fisik yang berkelanjutan antara orangtua dan anak yan ditandai dengan emosi seperti kasih sayang itu penting. Metode ini bukan hanya mengembangkan empati dan tanggung jawab, namun juga rasa aman.

Hasil riset seorang ahli psikologi, John Bowlby, menunjukkan bahwa  tiga tahun pertama hidup seorang anak adalah waktu paling baik untuk pengembangan kedekatan dengan orangtuanya. Penelitian ini lalu dikembangkan oleh sejawatnya, Mary Ainsworth, yang mengklasifikasikan bentuk-bentuk attachment antara orangtua dengan anak.

Dari studi ini, diketahui bahwa mayoritas anak sebetulnya mengalami perasaan aman (secure) terhadap orangtuanya (secure attachment). Hanya sebagian kecil yang mengembangkan perasaan tidak aman (insecure).

Studi attachment juga membuktikan bahwa anak yang secure cenderung berkembang lebih sehat mental dibandingkan anak insecure.  Menurut Shaffer (2005), berdasarkan berbagai riset,

anak yang secure terbukti mampu memecahkan masalah dengan lebih baik, lebih kreatif, menunjukkan lebih banyak emosi positif, lebih bisa bergaul karena lebih sensitif kepada teman-temannya, lebih banyak inisiatif dan lebih mampu menjadi pemimpin, lebih semangat belajar sehingga cenderung lebih berprestasi.

Sedangkan, anak yang insecure cenderung menunjukkan kemarahan dan agresivitas, sulit diatur, mengalami beberapa gangguan psikologis, dan sebagainya.

Bahkan, menurut Miller (2012), kelak saat dewasa, mereka yang secure cenderung lebih menghargai dan bersahabat dengan pasangannya, lebih menikmati hubungan seksualnya, lebih menghormati komitmen pernikahan, sehingga cenderung lebih berbahagia dalam pernikahannya.

Sedangkan, mereka yang insecure cenderung terus mencurigai pasangannya, lebih posesif, pemarah, dan penuntut terhadap pasangannya, sehingga cenderung lebih bermasalah dengan pasangannya. Mereka banyak terlibat dalam pertengkaran dengan orang lain di sekitarnya, bahkan melakukan aksi kriminal.

BONDING SEJAK JANIN

Bonding seharusnya sudah dibentuk sejak si kecil dalam kandungan. Misalnya, dengan mengelus dan mengajak berbicara atau memperdengarkan hal-hal positif yang menyenangkan. “Kondisi emosi ibu perlu dijaga agar anak dapat merasakan ketenteraman. Itu sebabnya usahakan tidak ada konflik selama masa kehamilan bahkan ketika baru melahirkan guna menghindarkan terjadinya baby blues

Kemudian, setelah bayi lahir ke dunia,  birth bonding dilakukan dengan cara menempatkan anak ke dada ibunya segera setelah dilahirkan atau yang disebut inisiasi menyusu dini (IMD). Konkretnya, bayi ditengkurapkan di dada ibu dengan kulit bayi menempel pada kulit ibu (skin to skin contact) dan diselimuti.

Ibu dapat memeluk, membelai punggung bayi, bahkan mengajaknya bicara. Berbagai sikap itu dapat meningkatkan hubungan psikologis ibu dan bayi, menambah rasa kasih sayang ibu, dan menstabilkan pernapasan bayi, juga mengasah gerakan refleks bayi dalam mengenali dan mencari puting serta menyusui, yang ujungnya dapat mempererat hubungan ibu dan bayi.

Di saat breastfeeding akan memicu terpancarnya hormon oksitosin dari tubuh ibu sehingga memperkuat ikatan emosional yang khusus antara keduanya.Ketika anak merasa lapar, biasanya ASI secara otomatis akan keluar dari payudara ibu. Menyusui tentu perlu dilakukan sambil melakukan kontak mata dan sentuhan dengan sang jabang bayi.

Ya, saat menyusui, ibu dapat melakukan berbagai aktivitas seperti membelai dan mengajaknya berbicara. Itulah bentuk stimulasi ibu pada si kecil. Ia akan menyerap kosakata sehingga melatih kemampuan berbahasanya, mengasah kecerdasan interpersonalnya, dan lainnya. Agar ibu dapat mengoptimalkan bonding, tingkatkan perasaan relaks. Pasalnya, perasaan tenang akan menghasilkan lebih banyak ASI, sehingga ibu dapat memberikan ASI dengan maksimal pada bayi.

Yang jelas, menyusui sambil melakukan aktivitas lain, misalnya ibu sibuk dengan smartphone tentu akan menyulitkan terbentuknya bonding. Bagi para ibu yang tidak bisa menyusui bayinya, bonding tetap dapat dilakukan dengan mempertahankan sentuhan dan kontak mata.

Selanjutnya, tidur di dekat bayi (co-sleeping) ternyata juga sangat baik dalam membentuk bonding. Tentunya harus dijaga ketika orangtua misalnya hendak melakukan hubungan suami istri, jangan sampai didengar atau dilihat bayi. Sekalipun masih bayi namun dikhawatirkan hal ini dapat membawa dampak buruk bagi perkembangannya.

Sesuai dengan pandangan Erikson yang menyatakan bahwa tahap awal perkembangan anak adalah pembentukan trust vs distrust. Ketika anak merasa aman maka ia akan mengembangkan trust (rasa percaya terhadap lingkungannya).

Sebaliknya, jika tidak maka bayi akan merasa bahwa dunia ini sebagai tempat yang tidak nyaman dan merasa dirinya ditolak dan tidak diinginkan. Rasa percaya ini juga tentunya akan memperkuat bonding antara bayi terhadap orangtua dan sekelilingnya. 

BONDING USIA BATITA

Pada prinsipnya, upaya menjalin bonding di usia ini juga sama dengan usia sebelumnya. Menjalin interaksi dua arah yang intens, mengajak bicara dengan suara yang lembut, memberi pujian dan sebagainya. Begitupun menjalin kontak fisik berupa pelukan, elusan, dan lainnya

Pada usia batita ini, anak sedang aktif-aktifnya. Ia mengeskplorasi lingkungan tanpa merasa lelah. Rasa ingin tahunya begitu tinggi, meski kemampuan bicara atau berbahasanya belumlah lancar.

Karena itu, orangtua diharapkan dapat memahami apa yang dimaksud anak ketika ia mengeksplorasi lingkungan. Tak perlu marah atau bahkan membentak ketika anak mengacak-acak atau “merusak” mainan, misalnya, anak akan merasa tidak nyaman.

Namun, pastikan anak mendapat penjelasan bagaimana cara yang benar “memperlakukan” mainan. Alihkan perhatian anak dengan aktivitas lain bila anak masih cenderung “merusak’. 

Jadi sebagai orangtua menghadapi anak usia ini bersabarlah. Selalu usahakan bicara dengan ceria atau dengan intonasi tenang. Kurangi kemarahan Anda dengan berusaha lebih memahami sikap dan perilakunya yang khas di usia ini.

BONDING USIA PRASEKOLAH

Di usia ini pemahaman anak akan sesuatu lebih meningkat. Rasa ingin tahunya juga tinggi. Ia banyak bertanya. Orangtua harus banyak belajar dan memperluas wawasan agar dapat menjawab pertanyaan mereka. Orangtua juga harus lebih kreatif sehingga ketika bermain bersama si prasekolah menjadi menyenangkan.

Menghadapi anak usia prasekolah ini, perbanyaklah mengajak ia bermain sesuai kegemarannya. Perbanyak pula kesempatan mengobrol bersama. Bicarakanlah berbagai topik, tentu dilakukan dengan bahasa anak. Kalaupun Anda merasa perlu mengajari anak, lakukan dengan kreatif dan gembira. Jangan lupa perbanyak memuji segala usahanya.  Yang jelas, tetap ciptakan rasa aman dan nyaman bagi si prasekolah.

BONDING USIA SEKOLAH

Di usia sekolah ini, anak makin sibuk dengan kegiatannya, terutama di sekolah. ada kegiatan ekstrakurikuler juga.  Karena itu, beri dukungan positif sepenuhnya sehingga ia beraktivitas dengan penuh semangat. Temani kala ia belajar atau mengerjakan tugas sekolah.

Bila ia mendapat nilai pelajaran yang tak sesuai harapan, misalnya hindari memarahi atau mengeluarkan kata-kata negatif. Akan tetapi justru tetap berikan dukungan padanya. Bantu ia mencari solusi atas kesulitan dialaminya. Perbanyak mendengar apa yang menjadi keluhannya.

Ajak ia berdiskusi dan perhatikan apa yang menjadi buah pikirnya. Berikan pujian tulus bila ia bersikap positif dan  menelurkan ide-ide yang kreatif. Jadilah “teman” bagi anak sehingga ia selalu mencari Anda ketika ada hal yang ingin ia ungkapkan. Ia takkan mencari pendapat orang lain, apalagi belum diketahui orang itu dapat dipercaya atau tidak.

Mari, kita ciptakan bonding dengan si buah hati!

Ilustrasi: Pexels/Olly

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *