Idul Adha, Momen Mengajarkan Anak Belajar Berbagi

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

MYHOMMY.ID – Parents, beberapa hari ke depan, umat muslim di seluruh dunia akan  menghadapi Idul Adha. Inilah peristiwa penting yang sarat akan makna dan manfaat yang bisa kita ajarkan pada anak-anak.

Idul Adha atau Idul Qurban adalah ibadah yang bisa mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Selain itu, Idul Adha juga merupakan ibadah yang dapat meningkatkan kepedulian sosial kepada sesama manusia. Kedua hal tersebut apabila dimaknai dengan tepat, tentu menjadikan kita sebagai pribadi yang lebih berkualitas.

Di samping itu, menurut Wara Rahmawati, M.Psi, Psikolog momen Idul Adha adalah momen tepat untuk mengajak anak-anak memperdalam ibadah, menyayangi makhluk hidup (dalam hal ini hewan kurban) dan juga mengajarkan anak untuk merelakan apa yang telah mereka sayangi untuk diberikan kepada yang lebih membutuhkan.

“Anak akan belajar berbagi karena daging hewan yang telah disembelih akan dibagikan kepada yang berhak. Anak dapat pula belajar mengenali kebutuhan diri dan orang lain sebagai dasar baginya untuk belajar empati.”

SIKAP PROSOSIAL

Ya, salah satu nilai penting yang bisa diajarkan dalam rangka Idul Adha ini adalah mengenai berbagi. Dalam pandangan psikologi, berbagi adalah salah satu sikap prososial. Prososial adalah  kesediaan untuk menolong sesama sehingga memberikan keuntungan kepada pihak yang mendapat pertolongan.

Menurut penelitian Delameter dan Michener, perilaku prososial muncul atas inisiatif sendiri, bukan karena paksaan atau tekanan dari luar. Salah satu faktor yang memunculkan sikap ini adalah kepedulian dan empati, seperti yang diajarkan dalam ibadah Idul Adha.

Dalam berbagi, ada upaya dan kesediaan untuk memahami kebutuhan orang lain tanpa  mengabaikan kebutuhan pribadi. Memang dibutuhkan kepekaan yang tinggi untuk menumbuhkan sikap peduli dalam perilaku berbagi.  

“Namun, kepekaan dan kepedulian bukanlah dua hal yang langsung bisa dimiliki tanpa proses pembelajaran. Maka alangkah baiknya, jika kita dapat mengajarkan kepekaan dan kepedulian sejak dini agar anak-anak belajar lebih dini pula perilaku berbagi.”

SEJAK DALAM KANDUNGAN

Sebenarnya semakin dini anak belajar berbagi maka akan semakin dini pula kepekaan dan kepeduliannya tumbuh. Sebenarnya bahkan kita dapat mengajarkan berbagi sejak janin di dalam kandungan. Dalam kajian psikologi, emosi ibu sangat terkoneksi dengan janinnya selama ia mengandung. Ibu yang bahagia akan memberikan dampak positif bagi perkembangan janinnya. Begitu pula ibu yang peka dan peduli terhadap kebutuhan orang lain. Akan ada kecenderungan janin mewarisi perilaku baik ibunya, seperti halnya perilaku berbagi.

Nah, seiring dengan perkembangannya, empati anak akan mulai terasah di usia 5-6 tahun. Sebelumnya, anak akan mencapai tahap perkembangan sosial terbaik di usia 3-4 tahun setelah berada dalam fase egosentris “ini milikku” yang posesif di usia 2-3 tahun.  Karena itu, stimulasi untuk mengajarkan anak berbagi akan lebih baik bila dimulai sejak masa-masa egosentrisnya. Ia dapat melihat contoh nyata dan tidak terjebak pada  ke”aku”annya jika diajari sejak dini. “Pewarna dunia anak adalah lingkungannya. Maka stimulus yang tepat akan membuat anak-anak berwarna-warni.”

ORANGTUA PERSIAPKAN DIRI

Untuk mengajarkan anak berbagi, yang perlu dipersiapkan adalah orangtua.  Kita tahu, anak mengidentifikasi perilaku ayah dan ibunya. Oleh karenanya, persiapan orangtua jauh lebih penting. Orangtua dapat mempersiapkan diri dengan memperbanyak perilaku berbagi secara  konsisten, sehingga anak menerima banyak stimulasi yang mendorongnya untuk mengenali bagaimana berbagi.

Stimulus berbagi menjadi penting karena dengan keingintahuan anak-anak yang besar, semakin banyak stimulus, akan semakin siap bagi anak untuk ikut terlibat dan mencari tahu. Orangtua dapat mengarahkan melalui komunikasi sederhana. Misalnya “Bunda punya kue 3, kita bagi yuk, satu buat bunda, satu buat ayah, satu lagi buat siapa ya..” dan biarkan anak menjawab. Jika anak menjawab benar, berilah apresiasi, “Ya benar, semua dapat kue, wah senangnya ya bisa berbagi”. Ulangi dan ulangi terus memberikan stimulus hingga menjadi kebiasaan.

SIAPKAN KONDISI ANAK

Selain kesiapan orangtua, yang perlu diperhatikan adalah kondisi anak.  Orangtua perlu berusaha menarik perhatian anak-anak untuk berbagi tanpa paksaan, misalnya: “Abang ayo kasih mainannya buat Adek”. Akan lebih baik jika mengatakan, “Abang gantian ya mainya, habis abang main, mainannya dipenjemin ke Adek, ya.” Demikian sebaliknya untuk sang adik.

 Beri kesempatan kepada anak mengomunikasikan apa yang sedang ia rasakan ketika harus berbagi, sehingga orangtua dapat memberikan edukasi yang sesuai apabila ada perasaan negatif yang muncul dan memberikan komplimen apabila berbagi menjadi hal yang menggembirakan.

Selain itu, membantu anak mengenali “miliknya” dan “milik orang lain” juga penting dilakukan. Dengan begitu, ia dapat belajar mengenali dan menghargai perbedaan. Misalnya, “Krayon ini punya Mimi, kalau krayon Andi ada di tas. Kalau mau pakai, Andi pinjam dulu ya ke Mimi”.

TUNJUKKAN CONTOH NYATA

Yang jelas, dalam proses belajar berbagi ini yang perlu diperhatikan adalah contoh nyata, berbagi perasaan terkait aktivitas berbagi melalui obrolan, dan apresiasi dari orangtua karena anak sudah mau berbagi. Berikut beberapa contoh nyata:

  • Untuk anak usia balita,
  • Bermain bergiliran. Orangtua dapat berperan sebagai wasit untuk mengatur waktu, setiap 5 menit, mainan bergantian. Walaupun belum tulus berbagi, anak belajar untuk mengerem kemauannya menguasai sesuatu.
  • Berbagi mama atau papa, terlebih bagi balita yang memiliki saudara. Misalkan, hari ini adik disuapi oleh mama, dan kakak oleh papa. Esok hari bergantian.
  • Menyayangi hewan peliharaan, seperti memberi makan ikan, kucing, dll
  • Untuk anak TK dan SD
  • Berbagi makanan, anak dapat diminta membantu ibu membagikan kue untuk tetangga. Dengan demikian, ia melihat orantuanya juga suka berbagi. Jika memungkinkan, ajak anak untuk ikut membuat kue.
  • Belajar bersama dengan teman atau saudara, bisa saling berbagi informasi, alat tulis (buku, pencil, krayon), atau buku pelajaran.
  • Menginap di rumah saudara yang seumuran, sehingga berbagi kamar, mainan, makanan dengan orang lain walaupun itu saudara.
  • Anak usia praremaja
  • Ajak anak untuk berbagi di panti asuhan atau musibah bencana
  • Ajak anak untuk membuat proyek sosial bersama teman-teman kelompoknya. Misalnya, terlibat dengan pengurus masjid untuk membagikan daging kurban ketika hari raya Idul Adha.

PEKA DAN PEDULI

Lalu, apa saja manfaat yang bisa dipetik dari kegiatan mengajarkan berbagi? Dengan berbagi anak belajar untuk peka dan peduli terhadap lingkungannya. Jika hal ini diulang terus hingga terinternalisasi maka jiwa sosial anak akan berkembang dengan optimal.

Selain itu, ia akan tumbuh menjadi pribadi yang hangat, terbuka, dan penuh kasih sayang. Ketika ia tumbuh besar, ia adalah teman dan suadara yang menyenangkan sehingga menumbuhkan kepercayaan dirinya. Individu yang percaya diri adalah individu yang siap bersahabat dengan perubahan jaman.

Namun sebaliknya, anak yang tidak diajarkan berbagi, akan tumbuh menjadi pribadi dengan egoisme yang tinggi. Ia mementingkan diri sendiri yang terkadang rela melakukan tindakan tidak baik untuk memenuhi keinginannya. Pribadi yang seperti itu tentu akan sulit beradaptasi dalam berbagai lingkungan. Tak jarang menjadi pribadi yang tidak disukai oleh teman, saudara, dan lingkungannya. “Dampaknya mungkin tidak langsung terlihat ketika anak-anak, namun akan nampak ketika ia tumbuh besar dan menjalin pola interaksi yang lebih luas.”

Tak kalah penting, dalam mengajarkan berbagi, anak sangat perlu untuk diedukasi hal-hal apa yang bisa dibagi dan yang tidak bisa dibagi, agar tidak terjadi kesalahan persepsi dalam perilaku berbagi ini. Sebagai contoh, hal-hal pribadi seperti sikat gigi, handuk, dll tidak bisa digunakan bersama atau berbagi dengan teman karena itu sangat personal. Hal tersebut perlu disampaikan disertai alasan yang tepat agar anak-anak memahami dan mengambil pelajaran dari hal tersebut.***

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *