MYHOMMY.ID – Parents, mendengar kata antibiotik, mungkin sebagian orang langsung tertuju pada obat-obatan yang diresepkan dokter dan harus dihabiskan. Ya,memang untuk mendapatkan dan mengonsumsi obat antibiotik tidak bisa sembarangan. Ada syarat, ketentuan dan aturan yang berlaku.
Antibiotik terbukti ampuh untuk menangani penyakit yang disebabkan bakteri. Sebagai contoh, antibiotik penisilin, telah membantu orang bisa pulih dari penyakit dan kondisi yang berakibat fatal sejak 1940-an.
Namun, dibalik keampuhannya, kita juga perlu tahu sisi negatif yang bisa muncul dari antibiotik.
Sebagai informasi, menurut NHS, 1 dari 10 orang mengalami efek samping yang membahayakan sistem pencernaan setelah minum antibiotik. Bahkan, sekitar 1 dari 15 orang alergi terhadap obat jenis ini.
Nah, sebagian orang memanfaatkan antibiotik alami untuk menangani dan pencegahan diri dari serangan kuman penyakit. Pada antibiotik alami ini terkandung zat-zat alami tertentu yang memiliki sifat antibakteri. Tak sedikit yang sudah memanfaatkan antibiotik ini sejak ratusan tahun lalu.
Memang, sebagian besar belum diuji dalam kajian ilmiah secara menyeluruh. Namun, beberapa jenis antibiotik alami ini sedang dilakukan studi lebih lanjut dan beberapa menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam tinjauan medis. Melihat adanya peningkatan yang berkelanjutan mengenai bakteri yang resisten obat, maka para ilmuwan mencari sumber yang alami untuk mengembangkan obat baru.
Pertanyaannya, antibiotik alami seperti apa dan kapan seseorang perlu mengonsumsinya? Berikut ini tujuh jenis antibiotik alami terbaik yang perlu kita tahu.
1. Bawang putih
Budaya di seluruh dunia telah lama mengenali bawang putih karena kekuatan preventif (pencegahan) dan kuratifnya (pengobatan). Penelitian telah menemukan bahwa bawang putih dapat menjadi pengobatan yang efektif terhadap berbagai bentuk bakteri, termasuk Salmonella dan Escherichia coli (E. coli). Bawang putih bahkan telah dipertimbangkan untuk digunakan melawan tuberkulosis yang kebal terhadap beberapa obat.
2. Madu
Sejak zaman Aristoteles, madu telah digunakan sebagai salep yang membantu menyembuhkan luka dan mencegah atau menghilangkan infeksi. Sekarang ini, para profesional kesehatan telah menemukan manfaatnya dalam mengobati luka kronis, luka bakar, bisul, luka baring, dan cangkok kulit. Misalnya, hasil penelitian pada 2016 menunjukkan bahwa madu dapat membantu menyembuhkan luka.
Efek antibakteri madu biasanya dikaitkan dengan kandungan hidrogen peroksida. Madu mampu melawan bakteri, meskipun memiliki kandungan hidrogen peroksida yang lebih rendah.
Sebuah studi pada 2011 melaporkan bahwa ada jenis madu yang menghambat sekitar 60 jenis bakteri. Ini juga menunjukkan bahwa madu berhasil mengobati luka yang terinfeksi Staphylococcus aureus yang resisten methicillin (MRSA).
Selain sifat antibakteri, madu dapat membantu menyembuhkan luka dengan menyediakan lapisan pelindung untuk mengantisipasi lingkungan yang lembap.
3. Jahe
Komunitas ilmiah juga mengakui jahe sebagai antibiotik alami. Beberapa penelitian, termasuk satu yang diterbitkan pada 2017, telah menunjukkan kemampuan jahe untuk melawan banyak jenis bakteri. Para peneliti juga mengeksplorasi kekuatan jahe untuk memerangi mabuk laut dan mual serta untuk menurunkan kadar gula darah.
4. Echinacea
Penduduk asli Amerika dan tabib tradisional lainnya telah menggunakan echinacea selama ratusan tahun untuk mengobati infeksi dan luka. Para peneliti mulai memahami alasannya.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Biomedicine and Biotechnology melaporkan bahwa ekstrak Echinacea purpurea dapat membunuh berbagai jenis bakteri, termasuk Streptococcus pyogenes (S. pyogenes).
S. pyogenes bertanggung jawab atas radang tenggorokan, sindrom syok toksik, dan penyakit necrotizing fasciitis.Echinacea juga dapat melawan peradangan yang terkait dengan infeksi bakteri.
5. Goldenseal
Goldenseal biasanya dikonsumsi dalam teh atau kapsul untuk mengatasi masalah pernapasan dan pencernaan. Namun, itu juga dapat memerangi diare bakteri dan infeksi saluran kemih.
Selain itu, hasil penelitian terbaru mendukung penggunaan goldenseal untuk mengobati infeksi kulit. Di laboratorium, ekstrak goldenseal digunakan untuk mencegah MRSA dari kerusakan jaringan.
Seseorang yang menggunakan obat resep harus memeriksakan diri ke dokter sebelum menggunakan goldenseal, karena suplemen ini dapat menyebabkan gangguan.
Goldenseal juga mengandung berberin, komponen penting dari antibiotik alami.
6. Cengkeh
Cengkeh secara tradisional telah digunakan dalam pengobatan sakit gigi. Penelitian sekarang menemukan bahwa ekstrak air cengkeh mungkin efektif terhadap berbagai jenis bakteri, termasuk E. coli.
7. Oregano
Beberapa percaya bahwa oregano meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan bertindak sebagai antioksidan. Konon, oregano dinilai memiliki sifat anti-inflamasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa oregano adalah salah satu antibiotik alami yang lebih efektif.
Risiko antibiotik alami
Saat ini banyak beredar suplemen yang disinyalir mengandung antibiotik alami. Walaupun disebut alami, namun bukan berarti atau belum tentu aman. Ada beragam jumlah dan konsentrasi bahan aktif bervariasi di antara berbagai merek suplemen. Karena itu, pastikan untuk selalu membaca label dengan cermat. Seseorang juga harus memberi tahu penyedia layanan kesehatan jika berencana mengonsumsi suplemen ini.
Perlu kita tahu juga, meski bawang putih yang dimasak biasanya aman dikonsumsi, penelitian menunjukkan bahwa mengonsumsi bawang putih pekat dapat meningkatkan risiko pendarahan. Tentunya ini bisa berbahaya bagi orang yang akan menjalani operasi atau yang sedang mengonsumsi pengencer darah.
Kapan harus menggunakan antibiotik yang diresepkan?
Karena peningkatan saat ini dalam penyakit yang resistan terhadap obat, kebanyakan dokter tidak meresepkan antibiotic, kecuali bila obat itu memang diperlukan dan efektif.
Antibiotik paling sering diresepkan untuk:
• mencegah penyebaran penyakit menular
• mencegah suatu kondisi menjadi lebih serius atau fatal
• mempercepat pemulihan dari penyakit atau cedera
• mencegah perkembangan komplikasi
Jika seseorang diresepkan antibiotik, ia harus menggunakannya sesuai dosis dan petunjuk. Terutama bagi seseorang yang mengalami risiko tinggi terinfeksi bakteri atau menghadapi risiko lebih besar, misalnya sesesorang dalam kondisi berikut ini:
• Dijadwalkan untuk operasi
• Menjalani kemoterapi
• Mengalami HIV-positif
• mendapatkan insulin untuk diabetes
• Mengalami gagal jantung
• Pulih dari luka serius
• Berusia lebih dari 75 tahun
• Usia di bawah 3 hari
Ketika seseorang alergi terhadap resep antibiotik atau menderita efek samping, maka perlu segera berkonsultasi dengan dokter.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), setiap tahun lebih dari 2 juta orang di Amerika Sakit menjadi sakit karena bakteri yang resistan terhadap obat, yang mengakibatkan 23.000 kematian setiap tahunnya.
Bakteri merupakan ancaman yang terus tumbuh. Tentunya, menjadi sebuah harapan bila antibiotik alami terus dikembangkan sebagai obat baru yanga efektif. Meski antibiotik alami sebuah sebuah peluang, namun di balik itu ada juga risiko yang harus diwaspadai. Namun, penelitian terhadap antibiotik alami ini terus berkembang dan semakin banyak zat yang sedang diuji. Yang jelas, antibiotik alami yang secara tradisional telah digunakan selama berabad-abad dapat berkontribusi sebagai obat-obatan yang mampu menyelamatkan jiwa di masa depan.***
Ilustrasi: Pexels/ Mareefe
0 Comments