10 Mitos dan Fakta Seputar Imunisasi Anak, Wajib Orangtua Pahami

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

MYHOMMY.ID – Parents, imunisasi anak adalah salah satu cara paling efektif untuk melindungi anak-anak dari berbagai penyakit berbahaya. Meski demikian, masih ada banyak keraguan di kalangan orang tua yang dipicu oleh berbagai mitos yang beredar. Artikel ini bertujuan untuk mengklarifikasi kesalahpahaman umum seputar imunisasi dengan memberikan penjelasan medis yang komprehensif.

Mitos 1: “Imunisasi Bisa Menyebabkan Autisme”

Salah satu mitos yang paling banyak tersebar dan meresahkan adalah keyakinan bahwa vaksinasi dapat menyebabkan autisme. Mitos ini berasal dari sebuah studi yang dipublikasikan pada tahun 1998 oleh Dr. Andrew Wakefield, yang mengklaim adanya hubungan antara vaksin MMR (Measles, Mumps, Rubella) dan autisme. Namun, studi ini telah dibantah secara luas oleh komunitas medis dan ilmiah karena metodologinya yang cacat dan data yang dipalsukan.

Fakta: Penelitian lebih lanjut yang dilakukan di berbagai negara tidak menemukan bukti yang mendukung adanya hubungan antara vaksinasi dan autisme. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), dan berbagai organisasi kesehatan terkemuka lainnya telah mengonfirmasi bahwa vaksin MMR dan vaksin lainnya tidak menyebabkan autisme .

Mitos 2: “Sistem Kekebalan Anak Menjadi Lemah Karena Vaksin”

Beberapa orang tua khawatir bahwa terlalu banyak vaksin yang diberikan dalam waktu singkat dapat membebani atau melemahkan sistem kekebalan anak, membuat mereka lebih rentan terhadap penyakit lainnya.

Fakta: Vaksin dirancang untuk merangsang sistem kekebalan tubuh dengan cara yang aman dan terkendali. Sistem kekebalan anak mampu menangani ribuan mikroba setiap hari, jauh lebih banyak daripada yang terkandung dalam vaksin. Menurut CDC, anak-anak yang menerima beberapa vaksin sekaligus tetap memiliki sistem kekebalan yang kuat dan tidak lebih rentan terhadap infeksi lainnya .

Mitos 3: “Penyakit-Penyakit Tertentu Sudah Hilang, Jadi Vaksinasi Tidak Diperlukan”

Ada anggapan bahwa karena beberapa penyakit seperti polio dan campak sudah jarang terjadi, vaksinasi untuk penyakit tersebut tidak lagi diperlukan.

Fakta: Penyakit-penyakit tertentu memang jarang terjadi di beberapa negara berkat program vaksinasi yang efektif. Namun, jika vaksinasi dihentikan, penyakit-penyakit ini bisa kembali menyebar. Misalnya, penurunan tingkat vaksinasi di beberapa wilayah telah menyebabkan munculnya kembali wabah campak dan polio. Vaksinasi tetap diperlukan untuk menjaga kekebalan kelompok (herd immunity) dan mencegah kembalinya penyakit-penyakit tersebut .

Mitos 4: “Bahan-Bahan dalam Vaksin Berbahaya dan Beracun”

Kekhawatiran mengenai bahan-bahan seperti thimerosal (pengawet berbasis merkuri), formaldehida, dan aluminium dalam vaksin sering menjadi alasan bagi orang tua untuk menolak imunisasi.

Fakta: Thimerosal, yang digunakan sebagai pengawet dalam beberapa vaksin, telah dihilangkan atau dikurangi secara signifikan dalam sebagian besar vaksin anak-anak sejak tahun 2001. Bahkan ketika digunakan, thimerosal hanya mengandung etilmerkuri, yang secara cepat dihilangkan oleh tubuh dan tidak menyebabkan bahaya. Formaldehida dan aluminium digunakan dalam jumlah sangat kecil yang aman dan sesuai dengan standar keamanan kesehatan. Tubuh manusia secara alami menghasilkan formaldehida dalam jumlah yang lebih tinggi dibandingkan yang terdapat dalam vaksin, dan aluminium telah digunakan dalam vaksin selama lebih dari 70 tahun tanpa masalah kesehatan yang signifikan .

Mitos 5: “Vaksin Tidak Efektif dan Banyak Anak Masih Tertular Penyakit yang Mereka Divaksinasi Untuk”

Beberapa orang percaya bahwa vaksin tidak sepenuhnya efektif karena ada anak-anak yang masih tertular penyakit meskipun sudah divaksinasi.

Fakta: Tidak ada vaksin yang 100% efektif, namun sebagian besar vaksin sangat efektif dalam mencegah penyakit. Kebanyakan vaksin memberikan perlindungan yang cukup besar setelah dosis pertama, dan perlindungan ini meningkat setelah dosis tambahan. Misalnya, vaksin MMR memiliki efektivitas sekitar 97% setelah dua dosis. Kasus penyakit pada individu yang divaksinasi cenderung lebih ringan dibandingkan dengan mereka yang tidak divaksinasi .

Mitos 6: “Lebih Baik Mendapatkan Imunitas dari Penyakit Alami daripada dari Vaksin”

Beberapa orang berpendapat bahwa lebih baik anak mendapatkan imunitas secara alami melalui infeksi daripada melalui vaksinasi.

Fakta: Mendapatkan imunitas melalui infeksi alami dapat berisiko tinggi. Penyakit seperti campak, difteri, atau pertusis (batuk rejan) dapat menyebabkan komplikasi serius seperti pneumonia, kerusakan otak, atau bahkan kematian. Vaksin, di sisi lain, memberikan kekebalan tanpa harus melalui risiko infeksi dan komplikasi berat. Risiko kecil dari vaksinasi jauh lebih rendah dibandingkan risiko yang dihadapi oleh anak-anak yang tertular penyakit tersebut secara alami .

Mitos 7: “Bayi yang Menyusui Tidak Perlu Divaksinasi karena Mereka Dilindungi oleh ASI”

Beberapa orang tua percaya bahwa bayi yang diberi ASI tidak memerlukan vaksinasi karena ASI memberikan perlindungan kekebalan yang cukup.

Fakta: Meskipun ASI memang memberikan antibodi dan memperkuat sistem kekebalan bayi, itu tidak memberikan perlindungan penuh terhadap penyakit-penyakit serius yang bisa dicegah dengan vaksin. Vaksinasi tetap diperlukan untuk memberikan perlindungan spesifik yang tidak dapat disediakan oleh ASI .

Mitos 8: “Penundaan Vaksinasi Adalah Cara Aman untuk Menghindari Efek Samping”

Beberapa orang tua memilih untuk menunda vaksinasi dengan harapan mengurangi risiko efek samping.

Fakta: Penundaan vaksinasi justru dapat meningkatkan risiko anak terkena penyakit yang seharusnya dapat dicegah. Efek samping vaksinasi umumnya ringan dan sementara, seperti demam atau nyeri di tempat suntikan. Menunda vaksinasi berarti memperpanjang periode di mana anak rentan terhadap penyakit yang dapat dicegah. Jadwal vaksinasi yang direkomendasikan telah dirancang untuk memberikan perlindungan yang optimal pada waktu yang tepat .

Mitos 9: “Anak yang Sudah Sakit atau Prematur Tidak Boleh Divaksinasi”

Ada kekhawatiran bahwa anak-anak yang sedang sakit atau lahir prematur tidak boleh menerima vaksinasi karena dianggap lebih rentan.

Fakta: Sebagian besar anak yang sedang sakit ringan, seperti pilek, tetap dapat divaksinasi. Anak-anak yang lahir prematur bahkan lebih memerlukan perlindungan dari vaksin karena mereka cenderung memiliki sistem kekebalan yang lebih lemah. Tentu saja, ada beberapa kondisi medis yang memerlukan penyesuaian atau penundaan vaksinasi, sehingga orang tua harus berkonsultasi dengan dokter anak untuk rekomendasi yang tepat .

Mitos 10: “Vaksin Hanya Penting untuk Anak-Anak, Orang Dewasa Tidak Perlu Divaksinasi”

Beberapa orang beranggapan bahwa vaksinasi hanya diperlukan selama masa kanak-kanak, dan orang dewasa tidak perlu melakukannya.

Fakta: Vaksinasi tetap penting sepanjang hidup, baik untuk memperkuat kekebalan yang mungkin menurun seiring waktu atau untuk melindungi dari penyakit baru yang dapat muncul. Misalnya, vaksin tetanus perlu diperbarui setiap 10 tahun, dan orang dewasa juga dianjurkan mendapatkan vaksin flu setiap tahun. Vaksinasi pada orang dewasa juga penting untuk mencegah penularan penyakit ke bayi atau anggota keluarga lainnya yang lebih rentan .

Imunisasi adalah langkah penting dalam menjaga kesehatan anak-anak dan masyarakat secara keseluruhan. Banyak mitos tentang vaksinasi yang beredar, namun pengetahuan yang didukung oleh bukti ilmiah menunjukkan bahwa vaksin aman, efektif, dan krusial untuk mencegah penyakit serius. Orang tua dianjurkan untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan untuk mendapatkan informasi yang akurat dan membuat keputusan terbaik bagi kesehatan anak mereka.

Ilustrasi: RF._.studio/Pexels

Referensi:

  1. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). “Vaccines Do Not Cause Autism.” https://www.cdc.gov/vaccinesafety/concerns/autism.html.
  2. World Health Organization (WHO). “Vaccine Safety.” https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/vaccine-safety.
  3. American Academy of Pediatrics (AAP). “Common Vaccine Misconceptions.” https://www.aap.org/en-us/advocacy-and-policy/aap-health-initiatives/immunizations/Pages/vaccine-misconceptions.aspx.
  4. Mayo Clinic. “Childhood vaccines: Tough questions, straight answers.” https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/infant-and-toddler-health/in-depth/vaccines/art-20048334.
  5. National Institutes of Health (NIH). “Immunization Myths and Truths.” https://www.nih.gov/news-events/nih-research-matters/immunization-myths-truths.

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *