5 Penyebab Anak Cengeng dan Cara Mengatasinya

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

MYHOMMY.ID – Parents, anak-anak yang cengeng atau sering menangis adalah hal yang umum terjadi dalam perkembangan mereka. Menangis adalah bentuk komunikasi utama anak untuk menyampaikan perasaan mereka sebelum mereka memiliki kemampuan verbal yang lebih baik.

Namun, jika tangisan anak terus-menerus terjadi tanpa alasan yang jelas, hal ini bisa membuat orangtua bingung dan khawatir. Nah, kali ini kita akan membahas cara mengatasi anak yang cengeng dengan pendekatan yang sehat dan tepat, serta memberi panduan bagaimana orangtua dapat membimbing anak agar tidak terlalu bergantung pada tangisan sebagai sarana komunikasi.

Penyebab Anak Menjadi Cengeng

Sebelum masuk pada cara mengatasi anak cengeng, penting untuk memahami apa yang menyebabkan anak sering menangis. Berikut adalah beberapa faktor umum:

  1. Kebutuhan yang Tidak Terpenuhi
    Tangisan pada bayi dan balita sering kali merupakan cara mereka untuk menunjukkan bahwa mereka membutuhkan sesuatu. Misalnya, mereka mungkin merasa lapar, lelah, atau tidak nyaman karena popok basah. Mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan ini dapat membantu meredakan tangisan mereka.
  2. Kurangnya Kemampuan Komunikasi
    Anak-anak yang belum mampu mengungkapkan perasaan atau keinginan mereka dengan kata-kata akan cenderung menangis sebagai pengganti. Pada usia balita, keterbatasan kemampuan bicara membuat mereka frustrasi, dan menangis menjadi solusi cepat untuk mengungkapkan perasaan mereka.
  3. Kelelahan atau Overstimulasi
    Kelelahan dapat menjadi penyebab utama anak-anak menjadi cengeng. Anak yang terlalu lelah atau terstimulasi oleh lingkungan sekitar bisa merasa kewalahan, yang memicu tangisan berlebih.
  4. Perubahan Rutinitas
    Anak-anak, terutama yang masih kecil, sering merasa nyaman dengan rutinitas. Jika ada perubahan mendadak dalam rutinitas sehari-hari mereka, seperti tidur atau makan, mereka mungkin menjadi lebih cengeng karena merasa tidak aman.
  5. Perasaan Takut atau Cemas
    Anak-anak bisa menangis saat merasa takut atau cemas. Misalnya, ketakutan terhadap orang asing, suara keras, atau perpisahan dengan orangtua bisa memicu tangisan.

Cara Mengatasi Anak Cengeng

Mengatasi anak yang sering menangis memerlukan kesabaran dan pemahaman. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat membantu:

  1. Beri Ruang untuk Emosi
    Salah satu kesalahan yang sering dilakukan orangtua adalah langsung mencoba menghentikan tangisan anak tanpa mencoba memahami alasan di baliknya. Biarkan anak mengungkapkan emosinya terlebih dahulu. Setelah itu, bantu anak untuk memahami perasaannya dengan bertanya, “Kamu sedih karena apa?” atau “Apa yang membuatmu marah?”
  2. Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Anak
    Ajari anak cara yang lebih baik untuk mengekspresikan keinginan mereka selain menangis. Orangtua dapat membantu anak mengembangkan kosakata emosi seperti “sedih,” “marah,” “takut,” atau “lelah.” Ketika anak sudah bisa menyebutkan perasaan mereka, mereka lebih mungkin berbicara daripada menangis.
  3. Konsistensi dalam Rutinitas
    Pastikan anak memiliki rutinitas yang konsisten, terutama dalam hal makan dan tidur. Anak yang lelah atau lapar cenderung lebih cengeng. Dengan menjaga rutinitas yang teratur, Anda bisa mencegah situasi di mana anak menjadi mudah rewel.
  4. Alihkan Perhatian dengan Aktivitas Menyenangkan
    Alihkan perhatian anak dari hal-hal yang memicu tangisan dengan mengajak mereka melakukan aktivitas yang menyenangkan. Bermain dengan mainan favorit, membaca buku, atau melakukan kegiatan fisik dapat membantu mengurangi intensitas tangisan.
  5. Ajarkan Anak untuk Mengelola Emosi
    Mengajarkan anak teknik pernapasan sederhana atau menggunakan metode “time out” yang positif dapat membantu mereka belajar menenangkan diri. Ketika anak merasa emosinya mulai memuncak, beri mereka kesempatan untuk tenang sejenak dengan duduk di tempat yang nyaman dan menarik napas dalam-dalam.
  6. Tetap Tenang dan Sabar
    Anak-anak sering kali meniru perilaku orang dewasa di sekitar mereka. Jika orangtua menjadi marah atau frustrasi setiap kali anak menangis, anak akan merasakan emosi tersebut dan mungkin akan menangis lebih lama. Tetaplah tenang, berbicara dengan suara lembut, dan tunjukkan bahwa Anda siap mendengarkan mereka.
  7. Hindari Memberikan Tangisan Sebagai Alat Manipulasi
    Jika anak belajar bahwa tangisan mereka akan menghasilkan apa yang mereka inginkan, mereka mungkin terus menggunakan tangisan sebagai alat untuk memanipulasi orangtua. Penting untuk menetapkan batasan yang tegas, sambil tetap bersikap penuh kasih sayang. Ajari anak bahwa ada cara lain untuk mendapatkan perhatian atau sesuatu yang mereka inginkan selain menangis.
  8. Berikan Pujian untuk Perilaku Baik
    Ketika anak menunjukkan perilaku yang baik tanpa menangis, berikan pujian. Misalnya, “Kamu hebat tadi bisa bilang dengan baik apa yang kamu mau!” Ini akan mendorong anak untuk terus menggunakan cara yang baik dalam berkomunikasi dan menghindari menangis.

Kapan Harus Khawatir?

Menangis adalah bagian normal dari perkembangan anak, tetapi ada situasi di mana orangtua perlu khawatir. Jika anak menangis secara berlebihan dan tidak bisa ditenangkan, mungkin ada masalah yang lebih serius. Beberapa tanda yang perlu diwaspadai adalah:

  • Anak menangis sepanjang hari tanpa henti.
  • Tangisan disertai gejala fisik seperti demam, muntah, atau perubahan perilaku yang ekstrem.
  • Anak tampak sangat cemas atau takut tanpa alasan yang jelas.

Jika Anda menemukan tanda-tanda ini, sebaiknya konsultasikan dengan dokter atau psikolog anak untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Mengatasi anak yang cengeng memang membutuhkan kesabaran dan pemahaman. Orangtua perlu memahami alasan di balik tangisan anak, membantu mereka mengembangkan kemampuan komunikasi, serta memberikan dukungan emosional yang tepat.

Dengan pendekatan yang benar, anak akan belajar cara yang lebih baik dalam mengungkapkan perasaan mereka, dan frekuensi tangisan akan berkurang seiring waktu. Yang terpenting, tetaplah tenang, sabar, dan konsisten dalam mendidik anak agar mereka tumbuh menjadi individu yang mampu mengelola emosinya dengan baik.

Ilustrasi: Pexels/Jep Gambardella

Referensi

  1. Sroufe, L. Alan, et al. The Development of the Person: The Minnesota Study of Risk and Adaptation from Birth to Adulthood. Guilford Press, 2005.
  2. McLeod, Saul. “Attachment Theory.” Simply Psychology, 2017, www.simplypsychology.org/attachment.html.
  3. Potter, Patricia A., and Anne Griffin Perry. Basic Nursing: Essentials for Practice. Elsevier Health Sciences, 2016.

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *