MYHOMMY.ID – Parents, anak dalam rentang usia 1 hingga 5 tahun atau balita berada pada masa perkembangan penting yang penuh dengan tantangan dan perubahan. Pada periode ini, anak mulai menunjukkan perkembangan fisik, emosional, dan sosial yang sangat pesat. Sebagai orangtua, memahami perilaku anak balita dengan baik dapat membantu dalam mendukung tumbuh kembangnya yang optimal.
Pada usia balita, anak mulai menunjukkan perilaku yang lebih kompleks. Beberapa perilaku yang sering terjadi di usia ini antara lain:
• Tantrum atau Ledakan Emosi. Tantrum adalah reaksi emosional yang sering kali tidak terkendali, yang melibatkan tangisan, teriakan, atau bahkan perilaku agresif seperti memukul atau menendang. Tantrum umumnya terjadi ketika anak merasa frustasi, lelah, atau tidak bisa mengungkapkan keinginannya. Ini adalah bagian dari proses belajar anak dalam mengelola emosi mereka.
• Penyelidikan Lingkungan. Balita sering kali merasa penasaran dan ingin mengeksplorasi segala sesuatu di sekitarnya. Mereka akan membuka laci, meraih barang-barang yang menarik perhatian, atau mencoba untuk memanjat tempat-tempat yang tidak aman. Ini adalah bagian dari perkembangan kognitif dan motorik mereka, namun juga mengharuskan orangtua untuk memastikan lingkungan sekitar anak aman.
• Egocentrisme. Pada usia balita, anak cenderung melihat dunia dari sudut pandang mereka sendiri, dan sulit untuk memahami bahwa orang lain memiliki perasaan dan pikiran yang berbeda. Mereka mungkin kesulitan berbagi mainan atau bergiliran dengan anak lain, karena mereka merasa segala sesuatu adalah milik mereka.
• Kecemasan Perpisahan (Separation Anxiety). Balita sering mengalami kecemasan ketika harus berpisah dengan orang tua, terutama ibu. Mereka mungkin merasa takut atau gelisah saat ditinggal di tempat penitipan anak atau di sekolah. Ini adalah fase perkembangan normal yang menunjukkan ikatan yang kuat dengan orang tua.
• Kemandirian dan Menyatakan Keinginan (Autonomi). Anak mulai ingin melakukan segalanya sendiri, seperti berpakaian atau makan. Mereka akan menunjukkan perilaku menentang, seperti berkata “tidak” atau menolak bantuan dari orang tua. Ini adalah tanda bahwa mereka sedang belajar untuk mengembangkan kemandirian.
Mengapa Perilaku Ini Terjadi?
Perilaku yang ditunjukkan oleh anak balita tidak muncul begitu saja, tetapi merupakan bagian dari proses perkembangan mereka. Ada beberapa alasan utama mengapa perilaku ini terjadi:
• Perkembangan Otak. Pada usia balita, otak anak berkembang dengan sangat cepat. Bagian otak yang mengendalikan emosi dan perilaku sosial masih dalam tahap perkembangan, sehingga anak mungkin kesulitan mengontrol tanggapan mereka terhadap situasi tertentu.
• Kemampuan Bahasa yang Terbatas. Anak balita mulai mengembangkan keterampilan berbahasa, tetapi masih terbatas dalam hal kosakata dan kemampuan untuk mengungkapkan perasaan mereka dengan kata-kata. Ini sering kali menjadi pemicu perilaku seperti tantrum atau ledakan emosi, karena mereka kesulitan menyampaikan apa yang mereka rasakan atau inginkan.
• Eksplorasi Dunia. Rasa ingin tahu anak yang besar merupakan bagian dari cara mereka belajar tentang dunia. Mereka menggunakan penglihatan, sentuhan, dan rasa untuk memahami lingkungan sekitar mereka, meskipun sering kali ini bisa berisiko bagi keselamatan mereka.
• Pengembangan Sosial dan Emosional. Balita mulai belajar tentang hubungan sosial, berbagi, bergiliran, dan berinteraksi dengan orang lain. Mereka belajar bahwa perilaku mereka memengaruhi orang lain, dan ini kadang-kadang menyebabkan ketegangan atau kebingungan dalam interaksi sosial.
Bagaimana Orangtua Dapat Menangani Perilaku Balita dengan Tepat?
Memahami perilaku anak balita adalah langkah pertama, namun orangtua juga perlu tahu bagaimana cara merespons dengan tepat. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat membantu orangtua dalam mengatasi perilaku balita:
• Tetap Tenang dalam Menghadapi Tantrum. Ketika anak mengalami tantrum, orangtua harus tetap tenang. Jangan membalas dengan kemarahan, karena ini justru dapat memperburuk situasi. Sebaliknya, berikan pengertian yang lembut dan kasih sayang, serta bantu anak untuk menenangkan diri.
• Memberikan Pilihan untuk Meningkatkan Kemandirian. Untuk anak yang ingin melakukan segalanya sendiri, beri mereka pilihan yang terbatas untuk memilih. Misalnya, biarkan mereka memilih pakaian yang ingin dipakai atau makanan yang akan dimakan. Ini memberi mereka rasa kontrol dan kemandirian, namun tetap dalam batasan yang aman.
• Membangun Rutinitas yang Konsisten. Balita merasa lebih aman dan nyaman dengan rutinitas yang konsisten. Pastikan anak memiliki waktu yang teratur untuk makan, tidur, dan bermain. Rutinitas yang stabil juga membantu mengurangi kecemasan perpisahan dan memberi mereka rasa keteraturan.
• Mengajarkan Pengelolaan Emosi. Orangtua bisa mengajarkan cara yang tepat bagi anak untuk mengungkapkan perasaan mereka. Misalnya, ketika anak marah, ajarkan mereka untuk menggunakan kata-kata seperti “saya merasa marah” atau “saya butuh waktu untuk sendiri”. Ini membantu anak dalam mengelola perasaan mereka secara lebih sehat.
• Memberikan Contoh Perilaku yang Baik. Anak balita belajar banyak dari perilaku orang dewasa di sekitarnya. Orangtua perlu menjadi contoh dalam menunjukkan bagaimana cara berinteraksi dengan orang lain, menyelesaikan masalah, dan mengelola emosi dengan cara yang positif.
• Memberikan Pujian dan Penguatan Positif. Anak balita sangat responsif terhadap pujian. Berikan pujian ketika mereka berhasil menunjukkan perilaku yang baik, seperti berbagi dengan teman atau mendengarkan instruksi. Penguatan positif ini akan membantu mereka untuk memahami perilaku yang diharapkan.
Mengatasi Tantangan Perkembangan Lainnya pada Balita
Selain perilaku-perilaku yang telah disebutkan, ada tantangan perkembangan lainnya yang perlu orangtua waspadai pada usia balita. Salah satunya adalah perkembangan motorik, seperti berlari, melompat, atau memanjat, yang kadang-kadang dapat menyebabkan kecelakaan. Orangtua harus memastikan lingkungan rumah aman dan mengawasi anak dengan seksama.
Penting juga untuk memperhatikan perkembangan sosial anak, terutama saat mereka mulai berinteraksi dengan teman sebaya. Mengajarkan keterampilan sosial seperti berbagi, bergiliran, dan menghargai perasaan orang lain adalah hal yang sangat penting dalam membentuk karakter anak.
Kapan Harus Mencari Bantuan Profesional?
Jika perilaku anak balita terus berlanjut atau semakin mengkhawatirkan, atau jika orangtua merasa kesulitan untuk mengatasi tantangan tersebut, penting untuk mencari bantuan profesional. Konsultasi dengan psikolog anak atau ahli tumbuh kembang dapat membantu dalam memberikan arahan yang lebih spesifik dan mendalam untuk menangani masalah perilaku anak.
Perilaku anak balita adalah bagian dari proses perkembangan yang wajar dan alami. Meskipun terkadang bisa menantang, dengan pendekatan yang tepat, orangtua dapat mendukung perkembangan anak dengan cara yang positif. Pahami perilaku anak, ciptakan lingkungan yang aman dan mendukung, serta tunjukkan kasih sayang yang konsisten. Dengan demikian, orangtua dapat membantu anak tumbuh menjadi individu yang sehat secara fisik, emosional, dan sosial. Allaahu Yubarik Fii.***
Ilustrasi: Pexels/Charles Parker
Referensi:
1. Sroufe, L. A., Egeland, B., Carlson, E. A., & Collins, W. A. (2005). The Development of the Person: The Minnesota Study of Risk and Adaptation from Birth to Adulthood. The Guilford Press.
2. Berk, L. E. (2013). Child Development (9th ed.). Pearson Education.
3. Raver, C. C., & Zigler, E. F. (2016). The Role of Emotional Development in Early School Readiness. Social Policy Report, 29(2), 1-17.
0 Comments